
Sambil memegang kepalanya yang masih kesakitan, Lita mengaku sedang berbincang sambil memegang handphone sebelum goncangan terjadi. Begitu peristiwa itu terjadi, handphone yang dia pegang langsung terlempar, tubuhnya terbanting ke atas dan ke bawah berkali-kali. Goncangan terjadi sekitar lima sampai sepuluh menit, hingga akhirnya kondisi pesawat kembali stabil. "Itu yang namanya barang-barang, koper gede-gede, pada jatuh semua nimpa ibu-ibu. Saya kasihan lihat yang sudah tua-tua ketimpa barang gede-gede, jatuh di lantai kabin. Kepalanya berdarah, ada yang patah tulang juga," tutur Lita.
Berdasarkan informasi yang diberikan di dalam pesawat, kejadian itu sebagai turbulensi. Namun kondisi cuaca yang dilihat Lita saat itu sedang cerah. Tidak ada kelihatan cuaca buruk atau sejenisnya yang membuat pesawat mengalami turbulensi. Selain penumpang, Lita melihat awak pesawat, seperti pramugari, juga menjadi korban. Mereka dinilai lebih parah, karena posisinya sedang berdiri dengan membawa troli berisi makanan dan minuman. "Pramugarinya lebih kasihan, dia kena air panas, kena kopi, lagi enggak siap semuanya pas ada goncangan begitu," ujar Lita.
Meski terjadi goncangan, pesawat tersebut akhirnya bisa mendarat dengan selamat di Bandara Soekarno-Hatta. Tercatat ada belasan penumpang, kebanyakan duduk di kursi barisan belakang, menjadi korban goncangan. Mereka langsung dilarikan ke Kantor Kesehatan Pelabuhan Bandara Soekarno-Hatta untuk mendapatkan pertolongan pertama. "Kita sudah bisa mendarat sudah sujud syukur, Mas. Tadi saya cuma bisa teriak, 'Gusti Allah, ya Allah, ya Allah.' Bisa hidup ini alhamdulillah. Saya baru kali ini ngalamin kayak gini pas naik pesawat," kata Lita. Hingga pukul 17.30 WIB, tercatat ada 18 jemaah yang dirawat di sana. Jumlah itu belum ditambah dengan jemaah lain yang dirawat di klinik kecil yang ada di terminal. Rencananya, mereka akan dirujuk ke Rumah Sakit Sitanala, Tangerang, untuk ditangani lebih lanjut.