Tanggal 22 Mei 2019 nanti, rapat pleno KPU dan pengumuman hasil rekapitulasi nasional Pemilu 2019 dan pengumuman hasil Pilpres 2019 akan dilakukan. Di saat pengumuman hasil Pilpres 2019 tanggal 22 Mei 2019 nanti, siapa pemenang Pilpres 2019, apakah itu pasangan Jokowi-Maruf Amin atau Prabowo-Sandi akan diketahui. Di lain sisi, ada kekhawatiran di sejumlah pihak seputar terjadinya kerusuhan saat pengumuman hasil Pilpres 2019 tersebut. Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah memberikan singgungan soal adanya gerakan massa atau people power yang akan terjadi pada 22 Mei 2019. Hal ini disampaikan Fahri Hamzah yang diunggah melalui channel YouTube Fahri Hamzah Official, Senin (13/5/2019). Fahri mengatakan saat 22 Mei tersebut, ada yang menyebutkan bahwa aparat akan sangat represif. Bahkan ada kemungkinan untuk keluarnya tembakan. "Ada sinyal aparat akan represif, kemungkinan menembak, itu yang berkembang. Padahal ini soal sederhana," ujar Fahri Hamzah.
Menurutnya aparat terlalu cemas akan adanya pertemuan massa tersebut. Seharusnya aparat sudah bisa belajar dari pengalaman banyaknya pertemuan di depan Istana Negara. "Apa dasar dari kecemasan orang tentang berkumpulnya manusia? Sederhana kok, manusia sudah berkumpul di depan istana berkali-kali," ujar Fahri Hamzah. Fahri lalu mengibaratkan akan datang orang sekira 1 juta di hari itu. "Datanglah orang misalnya 1 juta yang datang, berapa deployment (penyebaran) terhadap aparat? Saya dengar 32 ribu mungkin dibantu sama tentara ya 50 ribu," ujar Fahri Hamzah. "50 ribu menghadapi 1 juta apa ada gunanya? Enggak ada gunanya." "Satu saja peluru meletus kena orang ada yang meninggal, selesai Republik ini."
Agar tidak terjadi hal tersebut, Fahri Hamzah berharap agar negara hadir bersama rakyat yang akan turun ke jalan pada 22 Mei 2019 tersebut. "Maka mau dicarai cara apa coba? Karena harusnya cara damai. Ikhtiar terhadap upaya damai ini kenapa enggak dilakukan? Apa memang ada yang sengaja supaya ini terjadi? Itu pertanyaannya." "Katakanlah itu orang datang terus menuntut protes tidak setuju. Mana negara yang harus hadir untuk memuaskan dan menjelaskan pada masyarakat? Kan itu pertanyaannya." "Jangan nanti tiba-tiba skenarionya gini, mereka yang merasa dirinya sudah dimenangkan, maki-maki rakyat." "Mereka yang harusnya punya ototritas untuk menjelaskan sebagai pihak netral, tidak netral dan ikut memaki-maki rakyat." "Mereka yang seharusnya menjaga dan netral dan tidak pihak yang bertarung, tidak yang menjadi panitia ikut memaki-maki dan membuat rakyat ini jadi naik darah."
Diberitakan di jejaring sosial media, banyak beredar soal ajakan aksi besar-besaran di Jakarta untuk tanggal 22 Mei 2019. Bahkan, Kapolres Sumenep AKBP Muslimin juga telah mengimbau warganya agar tak turut ikut dalam acara tersebut. "Apalagi sampai bela-belain ikut datang ke Jakarta pada 22 Mei nanti. Dan saya mengimbau kepada masyarakat tidak perlu lah datang ke Jakarta. Lebih baik kita isi bulan Ramadan ini dengan kegiatan-kegiatan positif," ujar Muslimin, Selasa (14/5/2019). “Ramadan kali ini kebetulan setelah Pemilu yang di dalamnya ada Pilpres,” kata Muslimin di sela bagi-bagi takjil kepada pengendara roda dua. “Tapi alhamdulillah, khususnya di Sumenep, pasca Pilpres suasana tetap aman, tertib dan kondusif,” tambahnya. - SerambiNews