Secara umum, kejadian Aphelion tidak menimbulkan dampak yang signifikan pada Bumi. Lantaran terjadi pada pertengahan tahun, ketika siklus ini memasuki musim kemarau di Indonesia membuat suhu dingin saat pagi hari yang terjadi belakangan ini. Kejadian ini nanti berlangsung sampai dengan Agustus, dan merupakan hal yang biasa pada musim kemarau. Dinginnya suhu di pagi hari saat musim kemarau dikarenakan tutupan awan yang sedikit. Dengan demikian, tidak ada panas dari permukaan Bumi (yang diserap dari cahaya Matahari dan dilepaskan pada malam hari) yang dipantulkan kembali ke permukaan Bumi oleh awan. Mengingat posisi Matahari saat ini berada di utara, tekanan udara di belahan utara lebih rendah dibanding belahan selatan yang mengalami musim dingin.
Oleh karena itu, angin bertiup dari arah selatan menuju utara dan saat ini angin yang bertiup tersebut berasal dari arah Australia yang mengalami musim dingin. Dampaknya yakni efek penurunan suhu, khususnya di Pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara, yang terletak di selatan khatulistiwa yang saat ini sedang terjadi. Sementara itu, posisi Bumi yang berada titik dari Matahari juga tidak memengaruhi panas yang diterima Bumi. Sebab, panas dari Matahari terdistribusi ke seluruh Bumi, dengan distribusi yang paling signifikan memengaruhi disebabkan oleh pola angin.
Bumi mengalami gerak presisi apsidal, salah satu dari tiga gerak presisi yang disebabkan oleh pergeseran titik apsidal (yakni Perihelion dan Aphelion) terhadap titik pertama Aries. Kejadian ini mengakibatkan tanggal Perihelion dan Aphelion bergeser satu hari setelah 58 tahun (dengan variasi tanggal hingga dua hari untuk dua tahun yang berdekatan). Diperkirakan, 4.410 tahun lagi (pada tahun 6430), Perihelion akan bertepatan dengan ekuinoks Maret, sedangkan Aphelion akan bertepatan dengan ekuinoks September. Di sisi lain, dalam rentang waktu sejak satu dekade terakhir sampai satu dekade mendatang, fenomena Aphelion dan Perihelion terjadi sekitar 13-15 kali, setelah titik balik (solstis) Matahari.
Fenomena ini juga memengaruhi pada durasi panjangnya empat musim di Bumi. Pada 1248, Perihelion bertepatan dengan titik balik selatan Matahari (saat itu tanggal 15 Desember dalam Kalender Julian), sedangkan Aphelion bertepatan dengan titik balik utara Matahari (saat itu tanggal 15 Juni dalam kalender Julian). Hal ini menyebabkan durasi musim gugur astronomis di belahan utara (ekuinoks September ke solstis Desember) sama dengan durasi musim dingin astronomis di belahan utara (dari solstis Desember ke ekuinoks Maret). Demikian halnya dengan durasi musim semi astronomis di belahan utara (dari ekuinoks Maret ke solstis Juni) dan durasi musim panas astronomis di belahan utara (dari solstis Juni ke ekuinoks September).