Headlines News :
Home » » Fenomena Islam Nusantara di Indonesia

Fenomena Islam Nusantara di Indonesia

Fenomena Islam Nusantara, Proyek LiberalIstilah islam nusantara, menjadi isu yang mulai ramai dibicarakan. Sejalan dengan peran para budayawan dan orang-orang liberal di Indonesia. Dan nampaknya ini hendak dijadikan sebagai gerakan. Di UIN jakarta sendiri telah diselenggarakan festival budaya islam nusantara. Bahkan ada yang mengatakan, fenomena membaca al-Quran dengan langgam jawa, merupakan bagian dari proyek islam nusantara itu.

Mengingat ini istilah yang asing bagi masyarakat, kita perlu tahu, sebenarnya apa maksud mereka dengan istilah islam nusantara itu. Apakah maksudnya agama islam yang dibongkar pasang, diganti sana-sini, sehingga menjadi agama sendiri yang berbeda sama sekali dengan ajaran islam Nabi Muhammad? Seperti halnya istilah ‘kristen jawa’ yang berbeda sama sekali dengan ajaran kristen lainnya. Atau islam seperti apa?

Di sana ada sebuah tulisan, yang dirilis oleh web Fakultas Adab & Humaniora UIN jakarta. Dalam tulisan itu, dikutip definisi istilah ‘islam nusantara’ menurut Azyumardi Azra. Dia mengatakan,

“Islam Nusantara adalah Islam distingtif sebagai hasil interaksi, kontekstualisasi, indigenisasi dan vernakularisasi Islam universal dengan realitas sosial, budaya dan agama di Indonesia. Ortodoksi Islam Nusantara (kalam Asy’ari, fikih mazhab Syafi’i, dan tasawuf Ghazali) menumbuhkan karakter wasathiyah yang moderat dan toleran. Islam Nusantara yang kaya dengan warisan Islam (Islamic legacy) menjadi harapan renaisans peradaban Islam global.”

Yah… anda boleh baca sambil tutup mata sebelah. Paham gak paham, anggap saja paham. Ini bahasa ‘wong pinter’ gaya masyarakat UIN. Kepentingan kita, keterangan Pak Azra dijadikan sebagai acuan. Karena beliau bagian dari pelaksana inti proyek islam nusantara itu.

Kita bisa perhatikan, definisi islam nusantara menurut Pak Azra di bagian pertama,
Islam Nusantara adalah Islam distingtif, artinya islam yang unik. Tentu saja memiliki ciri membedakannya dengan lainnya.
Sebagai hasil interaksi, kontekstualisasi, indigenisasi (disesuaikan keadaan pribumi) dan vernakularisasi (disesuaikan kedaerahan) Islam universal dengan realitas sosial, budaya dan agama di Indonesia.

Dari pengertian Pak Azra, berarti islam ada dua:
(1) islam universal dan
(2) islam yang sudah mengalami penyesuaian dengan budaya dan realitas sosial. Yang mereka istilahkan dengan islam nusantara itu.

Jika yang dimaksud islam universal adalah islam ajaran Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang itu diterima oleh seluruh dunia, berarti islam nusantara yang menjadi gagasan para tokoh uin itu, berbeda dengan islam ajaran Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Selanjutnya, Pak Azra mengaku bahwa islam nusantara yang dia maksud, penyatuan kalam Asy’ari, fikih mazhab Syafi’i, dan tasawuf Ghazali. Tentu saja, ini terlalu berlebihan. Anggap saja, masalah tata cara membaca al-Quran masuk dalam kajian fiqh, pernahkah ada fatwa dalam fiqh syafii yang membolehkan membaca al-Quran dengan lagu macapat?

Lebih dari itu, sebenarnya UIN jakarta, sangat terengaruh dengan pemikiran pemikian liberal Harun Nasution. Posisi Pak Harun yang dianggap pencetus pemikiran islam baru, sangat menentang kalam Asy’ari. Karena yang ingin dia kembangkan adalah pemikiran mu’tazilah. Pak Harun sendiri pernah menyatakan, “Bila umat Islam ingin maju, maka kita harus menggantikan paham Asy’ariyah yang telah mendarah daging menjadi paham Mu’tazilah.” (Teologi Pembaruan, Fauzan S, 2004, hlm. 264)

Karena itulah, Pak Harun dikenal pencetus Neo-Mu’tazilah di Indonesia. Ketika uin jakarta mengaku mengembangkan ajaran ilmu kalam asy’ari, jelas ini terlalu jauh. Hakekatnya, mereka sedang mengembangkan pemikiran mu’tazilah. Lihat Selengkapnya - Sumber : Konsultasi Syariah Islam Nusantara



Share this article :
 
Support : Creating Website | Data Biografi | Mas Template
Copyright © 2011. Peristiwa Fenomena - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger