Tak kurang dari 2.000 personel Polri/TNI dan Satuan Polisi Pamong Praja DKI dikerahkan untuk menggusur 115 warga Kampung Srikandi di RT 7 RW 3, Kelurahan Jatinegara Kaum, Pulogadung, Jakarta Timur, Rabu (22/5/2013). Terhitung pukul 06.30, rumah-rumah warga dihancurkan, termasuk salah satunya rumah Purn Brigjen Lintang Waluyo, mantan Kepala Staf Daerah Militer Jaya tahun 2003. Eksekusi lahan itu sempat berlangsung alot karena seluruh warga menolak meninggalkan rumah. Lintang Waluyo bersama anggota keluarganya juga bertahan di dalam rumah mereka.
Hingga Rabu siang ini, puluhan rumah telah dirobohkan, tetapi warga tetap bertahan di sekitar rumah mereka. Aparat TNI/Polri juga masih membujuk Lintang Waluyo untuk bersedia mengangkut barang-barang di dalam rumahnya. Namun, dia menolak evakuasi barang dari rumahnya. "Biar, kalau mau dirobohkan, robohkan saja, biar semuanya terpendam bersama, termasuk seluruh ijazah saya," kata Lintang.
Penggusuran ini merupakan hasil ketetapan Pengadilan Negeri Jakarta Timur PDT 151/2003 yang memenangkan PT Buana Estate sebagai pemilik sah atas lahan yang digarap 115 warga termasuk Lintang Waluyo. Pukul 06.30, juru sita PN Jaktim membacakan amar putusan ekseskusi, kemudian dilanjutkan dengan penghancuran rumah warga.
Pelaksanaan eksekusi itu berlangsung lebih awal dibandingkan jadwal semestinya yaitu pukul 09.00. Hal itu pun mengundang kemarahan pengacara warga, Suhadi, yang menuntut agar eksekusi dihentikan. Karena sempat menarik perhatian warga, Suhadi pun diamankan aparat kepolisian. "Eksekusi ini melanggar aturan karena semestinya ekseskusi dilaksanakan pukul 09.00. Warga jadi tak sempat untuk mengemas barang-barangnya," kata Suhadi.
Pengacara PT Buana Estate, Ariano Sitorus, mengatakan, pihaknya telah mengadakan tiga kali sosialisasi kepada warga terkait penggusuran. Pemilik lahan PT Buana Estate juga sudah memberikan kesempatan bagi warga untuk mengambil uang kerahiman sebesar Rp 25 juta per keluarga. Keluarga yang ingin pindah ke rumah susun juga akan dibiayai uang sewanya selama tiga bulan, dan bagi yang ingin pulang kampung juga akan dibiayai. "Total ada 18 keluarga yang meminta uang kerahiman kepada kami," ujarnya. Sisanya, kata Ariano, memilih bertahan. Bagi warga yang bertahan, tak akan lagi diberi uang kerahiman.
Sementara menurut warga, selama eksekusi berlangsung, ada 10 warga yang diamankan anggota kepolisian. Sebagian besar warga juga menderita sakit mata karena aparat melepaskan beberapa tabung gas air mata sebelum eksekusi berlangsung. Ketua RT 7 Turja mengaku, saat ini warga akan tetap bertahan dan tak mau dipindah. "Kami tidak mau kemana pun. Tetap di sini," katanya.
Petugas gabungan dari Satpol PP dan polisi mulai mengeksekusi ratusan rumah di Kampung Srikandi RT 07 RW 03, Jatinegara Kaum, Pulogadung, Jakarta Timur. Sempat terjadi adu jotos antara warga dan aparat. Sekitar 100 kepala keluarga yang bertahan di Kampung Srikandi menolak untuk digusur sampai aparat terpaksa menembakkan gas air mata. Setelah masyarakat mulai mengalah, aparat mengeksekusi rumah-rumah warga yang masih berlangsung hingga saat ini.
Kepala Kecamatan Pulogadung, Teguh Hendarwan, mengatakan bahwa sebagian kepala keluarga telah menerima kompensasi sebelumnya. "Dua puluh KK (kepala keluarga) telah menerima kompensasi sejak tahun 2011. Sampai tengah malam kemarin, empat KK juga menerima kompensasi. Sisanya 99 KK yang tetap bertahan," terang Teguh, Rabu (22/5/2013). Selain itu, telah diberikan sosialisasi sebanyak tujuh kali sejak tahun 2010 bahwa tanah seluas 55.630 meter persegi tersebut telah ditetapkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim) adalah milik PT Buana Estate sejak tanggal 28 Juli 2009.
"Sejak 2010 sudah tiga kali sosialisasi. Karena masalah internal pada tahun 2011, tidak jadi dilaksanakan. Sedangkan tahun 2013 disosialisasikan lagi sebanyak empat kali," kata Teguh. Meskipun sempat bentrok, Teguh mengatakan tak ada yang terluka parah dalam eksekusi ini. #kompas.com