Kasus suap reklamasi yang melibatkan pejabat DPRD DKI dinilai berpengaruh terhadap elektabilitas calon gubernur petahanan DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Sejumlah bakal calon gubernur partai politik (parpol) semakin gencar menggalang dukungan warga. Pengamat politik Universitas Pelita Harapan, Emrus sihombing mengatakan, secara teoritis, elektablitas Ahok dalam Pilgub DKI 2017 menurun. Sebab, persoalan reklamasi mau tidak mau melibatkan nama Ahok sebagai pemberi izin pelaksana.
Kendati demikian, lanjut Emrus, saat ini belum ada lembaga survei yang mengeluarkan survei perihal penurunan elektabilitas Ahok. Terpenting, apabila nantinya ada, lembaga survei tersebut harus menunjukan dan menjelaskan metode penleitian yang digunakannya. "Metaminingnya terlihat, persepsi publik melihat pemerintah berpijak pada kepentingan pengusaha bukan masyarakat. Beda halnya apabila perosalan teluk jakarta utara tidak terungkap seperti ini," kata Emrus Sihombing saat dihubungi, Selasa 5 April 2016. Emrus menjelaskan, elektabilitas calon kepala daerah dari hasil survei sebenarnya tidak mewakilkan suara warga DKI secara menyeluruh.
Apalagi kantong yang disurvei bukanlah kantong-kantong pemukiman padat yang menjadi cermin warga DKI Jakarta. Misalnya saja, lanjut Emrus pada Pilgub DKI 2012, dimana Calon Gubernur petahanan Fauzi bowo saat itu memiliki elektabilitas tinggi. Namun, pada akhirnya pasangan Joko Widodo dan Ahok mampu mengalahkannya. "Pemimpin DKI itu harus membela warga menengah kebawah, bukan menengah keatas. Apabila mendapat musibah, warga kecil yang paling depan, warga menengah ke atas pasti langsung pergi menyelamatkan diri. Pembangunan itu untuk manusia, bukan manusia untuk pembangunan," ujarnya.
Senada, pengamat politik Universitas Negri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun menyatakan, kasus suap itu akan membuka peluang bagi lawan politik Ahok untuk menggalang simpati publik. Badrun pun menyayangkan hingga kini belum ada survei elektabilitas resmi yang merilis elektabilitas Ahok setelah kasus raperda reklamasi ini mengemuka. "Kemungkinan rivalnya seperti Sandiaga Uno elektabilitasnya bisa naik karena mendapat simpati publik,” kata Ubedilah yang juga Direktur Pusat Studi Sosial Politik (Puspol) Indonesia.