Presiden Joko Widodo meminta publik untuk bijak dan berpikiran jernih dalam membaca posting-an (pesan) provokasi di media sosial terkait dengan rencana demonstrasi besar beberapa organisasi kemasyarakatan pada Jumat, 4 November 2016. Menurut dia, posting-an itu bisa berbahaya jika ditelan mentah-mentah. "Perlu juga saya katakan bahwa membuat posting-an di social media pun ada batasnya," ujar Presiden Joko Widodo saat dicegat awak media di kompleks Istana Kepresidenan, Senin, 31 Oktober 2016.
Pada Jumat nanti, sejumlah organisasi kemasyarakatan berencana berunjuk rasa di depan Istana Kepresidenan. Demo itu untuk mendorong kepolisian menghukum Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang dianggap salah mengutip ayat Al-Quran ketika berkunjung ke Kepulauan Seribu, beberapa waktu lalu. Isu demo itu makin serius ketika unggahan-unggahan yang memprovokasi muslim untuk menentang Ahok bermunculan. Bahkan beberapa di antaranya memanipulasi berita-berita tentang Ahok di media online untuk memberi kesan bahwa Ahok membenci muslim.
Presiden Joko Widodo mengingatkan bahwa mereka yang membuat posting-an dengan tujuan buruk, memprovokasi demi memicu kegaduhan, bisa dijerat. Sebab, ada Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektroni (ITE) yang mengaturnya. "Ada undang-undang yang mengatur. Hati-hati. Saya ingatkan, berbicara di socmed ada batas, etika, sopan santun," katanya. Presiden Joko Widodo mengaku sudah mendengar soal rencana demo besar Front Pembela Islam pada Jumat, 4 November 2016. Ia mempersilakan FPI melakukan demo tersebut. "Demonstrasi adalah hak tiap warga. Silakan, boleh saja demo," ucap Presiden Jokowi saat dicegat awak media di Jakarta Convention Center, Senin, 31 Oktober 2016. - TEMPO