Headlines News :
Home » » Misteri Dibalik Penggusuran Kampung Pulo

Misteri Dibalik Penggusuran Kampung Pulo

Cerita Ahok di Balik Penggusuran Kampung PuloRelokasi warga Kampung Pulo, Jatinegara, Jakarta Timur, yang mendiami bantaran Sungai Ciliwung bukan hal yang terjadi secara tiba-tiba. Wacana relokasi atau penggusuran ini sudah dimulai saat zaman Joko Widodo menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Kala itu Jokowi memastikan relokasi warga Kampung Pulo akan dimulai tahun 2014. Proses relokasi pun akan dilakukan secara bertahap.

Selain untuk normalisasi sungai, relokasi warga Kampung Pulo juga dimaksudkan untuk menyelamatkan warga dari banjir yang selalu menerjang hampir setiap kali hujan deras mengguyur Jakarta. Bahkan permukiman warga di sana bisa terendam 1,5 meter hingga dua meter setiap musim penghujan tiba. Akibatnya warga pun harus mengungsi.

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengatakan, saat itu warga menolak untuk dipindahkan. Katanya mereka tidak bisa jauh-jauh dari lokasi yang mereka tempati sekarang. Kalaupun harus pindah, mereka mau dipindahkan di lokasi sekitar tempat tinggal mereka semula. Apalagi jika ada rumah susun (rusun) di daerah tersebut, mereka mau dipindahkan.

Pemprov DKI menimbang-nimbang usulan warga hingga akhirnya permintaan mereka dikabulkan. "Ya sudah, kami korbankan, gedung teknisnya Sudin PU (Suku Dinas Pekerjaan Umum). Jadilah rusun sekarang (rusun Jatinegara Baru)," ujar Ahok, sapaan akrab Basuki ketika ditemui di Balai Kota, Jakarta, Kamis (20/8).

Rusun yang telah disediakan Pemprov DKI untuk warga Kampung Pulo yang direlokasi sebenarnya sudah memiliki kualitas yang sangat baik. Sudah seperti apartemen. Bahkan dia memerkirakan harga jualnya bisa sampai Rp 400 juta. Rusun Jatinegara Baru terdiri dari dua tower dengan 16 lantai berjumlah 527 unit hunian. Satu unit hunian dilengkapi dua kamar tidur, satu kamar mandi, dan sebuah ruangan yang bisa digunakan sebagai dapur dan ruang tamu.

Fasilitasnya pun terbilang lengkap. Ada posko kesehatan, ruang administrasi, Pusat Jajanan Serba Ada (Pujasera) atau Food court, dan dilengkapi dengan 54 CCTV. Rusun ini juga dilengkapi dengan empat lift orang dan satu lift barang. Syarat untuk tinggal terbilang mudah. Bagi warga yang memiliki sertifikat tanah resmi, Pemprov DKI akan mengganti dengan kompensasi 1,5 kali luas lahan. Jika di sertifikat tanah tertera luas kepemilikan tanah 100 meter persegi, Pemprov DKI akan menggantinya dengan unit hunian seluas 150 meter persegi.

Artinya jika satu unit hunian memiliki luas 30 meter persegi, warga pemilik sertifikat pun akan mendapatkan lima unit rusun sekaligus. Bagi warga yang tidak memiliki sertifikat tanah tapi punya Kartu Tanda Penduduk (KTP) DKI, Pemprov akan mengizinkan warga tersebut tinggal di rusun. Bagi warga yang tidak memiliki KTP DKI, mereka bisa diizinkan tinggal namun dengan persyaratan. "Kemarin malah saya sudah kasih kemudahan. Kalau kamu KTP non Jakarta, tapi punya pekerjaan tetap, ada tiga orang saksi, saya kasih KTP DKI. Tidak perlu susah-susah," ujar Ahok.

Semua bisa didapatkan secara cuma-cuma. Namun ketika tinggal di sana, warga tetap diminta untuk membayarkan biaya perawatan, keamanan, dan kebersihan sebesar Rp 10 ribu per hari. Sudah mendapat 'iming-iming' yang begitu menggiurkan, dapat tempat tinggal gratis, nyaman, dan layak huni, lantas mengapa masih banyak warga yang menolak untuk direlokasi? Untuk pertanyaan tersebut, Ahok sudah punya jawaban. Dia mengatakan, pihak yang menolak untuk dipindahkan menuntut ganti rugi uang sekaligus rusun. Yang jadi kendala karena mereka minta duit. Mereka maunya rusun dapat, duit dapat. Enak saja," kata Ahok.

“Kamu duduki tanah negara sekian lama, lalu dibongkar, kamu suruh saya bayar ganti rugi. Pertama, mata anggarannya, dari mana uang penggantinya. Terus kalau saya ganti, rumah yang menduduki tanah negara lainnya juga pasti nuntut.” Ahok menegaskan, perkara uang kerohiman sebenarnya tidak diatur dalam undang-undang. Jadi tidak ada keharusan bagi Pemprov DKI untuk membayarkan. "Dalam alam tata negara ini tidak ada kerohiman. Kami saja gendeng. Mungkin zaman dulu banyak oknum nyolong, oknum yang main. Kasih ganti rugi tidak jelas," ujarnya.

Share this article :
 
Support : Creating Website | Data Biografi | Mas Template
Copyright © 2011. Peristiwa Fenomena - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger